Hukum Merayakan Valentine’s Day
Keinginan  untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal  tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda  dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti  dalam perkara akidah, ibadah, syi’ar dan kebiasaan. Padahal Rasul   telah melarang untuk mengikuti tata cara periba-datan selain  Islam: “Barangsiapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR. at-Tirmidzi).
Bila  dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali St. Valentine maka  tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir. Adapun bila ia tidak  bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar.  Ibnul Qayyim al-Jauziyah ra berkata, “Memberi selamat atas acara ritual  orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan  tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka,  dengan mengucapkan, “Selamat hari raya bagimu!” dan sejenisnya.
Bagi  yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, palingtidak  itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas  perbuatan mereka yang telah bersujud kepada Salib.
Bahkan  perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah swt dan lebih  dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau  membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu  perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang  yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah  atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan  dan kemurkaan Allah swt.” (Lihat: Ahkam Ahli adz-Dzimmah, juz. 1, hal.  441).
Abu  Waqid ra meriwayatkan: Rasulullah saw saat keluar menuju perang  Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orangorang musyrik, yang  disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. 
Para sahabat Rasulullah berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Maha  Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk  kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang  jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan  orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. at-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Syaikh al-Utsaimin ra ketika ditanya tentang Valentine’s Day mengatakan: “Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: 
Pertama: ia merupakan hari raya bid‘ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari‘at Islam. Kedua:  ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti  ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para Salaf Shalih  (pendahulu kita) ~ semoga Allah swt meridhai mereka ~. Maka tidak halal  melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum,  berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim  merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai  pegangan dan ikut-ikutan. Semoga Allah swt melindungi kaum muslimin  dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi  dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.” [Lihat al-Fatawa asy-Syar'iyah Fi Masa'il al-Ashriyah Min Fatawa Ulama al-Balad al-Haram, Syaikh Khalid al-Juraisiy, hal 1022].
Maka adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala’ dan bara’ (loyalitas  kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan  dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai  orang-orang mu’min dan membenci dan menyelisihi (membedakan diri dengan)  orang-orang kafir dalam ibadah dan perilaku.
Di  antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan  ritualritual mereka sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk  lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah  mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim  dalam setiap raka’at shalatnya membaca, 
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ   -صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ
 “Tunjukilah  kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau  anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan  bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” [QS. Al-Fatihah (1) : 6-7].
Bagaimana  bisa ia memohon kepada Allah swt agar ditunjukkan kepadanya jalan  orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang  sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu  dengan sukarela. Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya  hidup mereka akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan  dan keterikatan hati. Allah swt telah berfirman, yang artinya:
يَا  أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى  أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ  فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ 
 “Hai  orang-orang yang beriman, janganlahkamu mengambil orang-orang Yahudi  dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah  pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil  mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan  mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang  yang zhalim.” [QS.Al-Maidah (5) :  51]. 
لا  تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ  مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ  أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي  قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ  جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ  اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ  حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ 
 “Kamu  tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari  Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah  dan Rasul-Nya.”  [QS. Al-Mujadilah (58): 22].
Ada  seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka,  hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta  dan suka citanya kepada orang-orang yang memperingatinya. 
Saudaraku!!  Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi: Perayaan ini adalah  acara ritual agama lain! Hadiah yang diberikan sebagai ungkapan cinta  adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual  agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan seseorang  terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka. Mengadakan pesta pada hari  tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan  pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif  dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat  struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.
Alhamdulillah,  kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga  kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam  pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa  mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya
dari  waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami .. dst, tapi  hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh  orang-orang kafir. 
Semoga  Allah swt senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan  kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam  Surga yanghamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi  orang-orang yang bertakwa.
Semoga Allah swt menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan dalam hadits qudsi: Allah swt berfirman, 
“Kecintaan-Ku  adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling  berkorban karena Aku dan yang saling mengunjungi karena Aku.” (HR. Ahmad).
sumber : 
www.Alsofwah.or.id